
Heboh! Hotman Paris Ajak Paula Verhoeven Jadi Aspri, Netizen Beri Beragam Reaksi
Baru-baru ini media sosial kembali dihebohkan oleh pernyataan kontroversial dari pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Dalam sebuah unggahan video yang beredar luas, Hotman terlihat secara terang-terangan mengajak model sekaligus istri aktor Baim Wong, Paula Verhoeven, untuk menjadi Aspri alias Asisten Pribadi. Tentu saja, pernyataan ini langsung menuai sorotan dan beragam komentar dari netizen.
Hotman Paris dan Gaya Sensasionalnya
Hotman Paris memang dikenal sebagai sosok flamboyan yang tak pernah jauh dari sorotan media. Selain kiprahnya sebagai pengacara tajir melintir, ia juga terkenal dengan gaya hidup mewah dan kumpulan “aspri cantik” yang kerap muncul di media sosialnya. Dengan gayanya yang nyentrik dan humor khas, Hotman kerap melontarkan candaan yang terkadang menimbulkan pro dan kontra.
Dalam sebuah video yang diunggah di Instagram, Hotman terlihat sedang bercanda dengan Paula Verhoeven. Ia mengatakan dengan nada guyonan bahwa ingin menjadikan Paula sebagai Aspri-nya. “Paula, cocok banget nih jadi Aspri Hotman Paris!,” ujarnya sambil tertawa.
Reaksi Paula dan Netizen
Menanggapi pernyataan tersebut, Paula hanya tersenyum kaku dan memberikan respons yang tenang. Ia tidak menanggapi secara serius ajakan Hotman tersebut, namun tetap menjaga sikap sopan di depan kamera. Di sisi lain, netizen langsung membanjiri kolom komentar dengan berbagai tanggapan. Ada yang menganggap candaan Hotman hanya sekadar hiburan, namun tak sedikit juga yang menilai pernyataan itu kurang pantas mengingat status Paula sebagai istri orang.
“Waduh, becandanya kelewat nih Bang Hotman,” tulis seorang netizen.
“Sopan dikit dong, itu istri orang,” komentar lainnya.
Namun ada pula yang membela, “Namanya juga Hotman, udah biasa ceplas-ceplos. Jangan dibawa serius.”
Tanggapan Baim Wong
Hingga saat artikel ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari Baim Wong mengenai ajakan tersebut. Namun banyak netizen yang menyoroti bagaimana Baim akan merespons slot rajazeus pernyataan Hotman, mengingat selama ini Baim dikenal cukup menjaga kehidupan rumah tangganya dari isu-isu miring.
Sensasi atau Strategi?
Beberapa pengamat media menduga bahwa pernyataan Hotman ini bukan semata-mata spontanitas, tetapi bisa jadi bagian dari strategi branding atau gimmick hiburan yang sering dilakukan oleh selebritas untuk menaikkan eksposur. Hotman Paris sendiri selama ini memang tidak asing dengan dunia hiburan dan sering muncul di berbagai program talk show hingga reality show.
Ajakan Hotman Paris kepada Paula Verhoeven untuk menjadi Aspri memang mengundang kontroversi dan pro-kontra di tengah publik. Terlepas dari itu semua, peristiwa ini menjadi potret bagaimana candaan publik figur bisa menjadi sorotan luas, terutama ketika melibatkan tokoh-tokoh terkenal lainnya. Meski mungkin hanya sebatas lelucon, tetap dibutuhkan kehati-hatian dalam berucap, terlebih di ruang publik.
Baca Juga: Dari Minoritas ke Penggerak: Peran Baru Pengacara Perempuan di Dunia Hukum

Dari Minoritas ke Penggerak: Peran Baru Pengacara Perempuan di Dunia Hukum
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dunia hukum telah mengalami pergeseran yang signifikan. Jika dulu pengacara perempuan hanya menjadi minoritas yang sering dipandang sebelah mata, kini mereka mulai menempati posisi strategis, membawa suara keadilan, dan menjadi penggerak dalam reformasi hukum. Tahun 2025 menandai momentum penting bagi kebangkitan pengacara perempuan di Indonesia dan dunia.
Meningkatnya Partisipasi Pengacara Perempuan
Menurut data dari Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), jumlah pengacara perempuan mengalami peningkatan stabil dalam lima tahun terakhir. Pada 2020, hanya sekitar 20% dari total advokat yang berjenis kelamin perempuan. Kini di tahun 2025, angkanya melonjak menjadi hampir 35%, sebuah kemajuan signifikan yang menunjukkan perubahan budaya di dunia hukum yang sebelumnya sangat maskulin.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris, hingga negara-negara Asia Tenggara, jumlah pengacara perempuan terus meningkat. Mereka tidak lagi hanya mengambil peran sebagai pendamping atau spesialis hukum keluarga, tetapi mulai tampil dalam kasus-kasus berat, litigasi korporasi, hingga pembela hak-hak sipil.
Melewati Hambatan dan Stereotip Gender
Meskipun jumlahnya meningkat, pengacara perempuan tetap menghadapi tantangan besar. Di ruang sidang, banyak dari mereka harus bekerja dua kali lebih keras untuk membuktikan kemampuannya. Stereotip bahwa pengacara perempuan cenderung “lemah”, “emosional”, atau “tidak cocok menangani perkara kriminal” masih melekat di sebagian kalangan.
Namun, banyak pengacara perempuan yang justru menjadikan hambatan ini sebagai motivasi untuk menunjukkan kualitas. Nama-nama seperti Hotma Sitompul dan Nurul Qomar menjadi inspirasi bagi banyak perempuan muda yang ingin meniti karier di bidang hukum.
Di tahun 2025, semakin banyak firma hukum yang mulai menghapus diskriminasi berbasis gender dan menerapkan sistem perekrutan yang adil, mendorong keterwakilan perempuan dalam posisi senior, bahkan sebagai partner firma hukum.
Peran Strategis dalam Isu Sosial dan HAM
Salah satu kekuatan pengacara perempuan adalah keberpihakan rajazeus link alternatif mereka terhadap isu-isu keadilan sosial, terutama yang menyangkut perempuan dan anak-anak. Banyak dari mereka aktif dalam pendampingan korban kekerasan, advokasi hak buruh perempuan, serta isu-isu hukum keluarga dan perdata yang sering diabaikan dalam sistem hukum yang patriarkal.
Dengan sensitivitas dan pendekatan yang humanis, pengacara perempuan kerap lebih mudah membangun kepercayaan dengan korban, terutama dalam kasus-kasus yang membutuhkan empati tinggi.
Banyak pula yang aktif dalam organisasi bantuan hukum, menjadi motor penggerak reformasi kebijakan, hingga berperan sebagai pembicara publik yang mengedukasi masyarakat tentang hukum dari perspektif gender.
Teknologi dan Generasi Baru Pengacara Perempuan
Tahun 2025 juga menjadi titik tolak bagi pengacara perempuan generasi baru yang lebih adaptif terhadap teknologi. Mereka memanfaatkan kecanggihan artificial intelligence (AI), legal tech, serta platform digital untuk mempercepat riset hukum, menganalisis data yurisprudensi, bahkan menyusun dokumen hukum dengan efisiensi tinggi.
Generasi ini juga lebih vokal di media sosial, tidak segan mengkritisi sistem hukum yang bias gender, serta menyuarakan ketimpangan akses terhadap keadilan bagi kelompok rentan. Mereka bukan hanya sekadar praktisi hukum, tapi juga agen perubahan sosial yang menyuarakan transparansi dan inklusi.
Menuju Kepemimpinan Hukum yang Setara
Perjalanan menuju kesetaraan tentu belum selesai. Meski semakin banyak pengacara perempuan, proporsi mereka dalam kepemimpinan hukum—seperti hakim agung, jaksa tinggi, atau dekan fakultas hukum—masih belum sebanding dengan pria. Inilah tantangan yang harus dijawab oleh institusi pendidikan hukum, lembaga negara, dan firma hukum di masa depan.
Namun optimisme tetap tinggi. Dengan keberanian, kecerdasan, dan solidaritas antar sesama pengacara perempuan, perubahan bisa terus didorong. Mereka kini bukan lagi sekadar pelengkap atau minoritas simbolis. Mereka adalah penggerak utama yang mendefinisikan masa depan hukum yang lebih adil dan inklusif.
BACA JUGA: 5 Pengacara Wanita Tercantik & Paling Inspiratif di Indonesia